Kategori Berita

Informasi

Bengkel Pak Yitno Diserang Pandemi

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Rabu, 16 Februari 2021, lingkungan di area Pasar Baru, Margahayu, Bekasi Timur begitu becek. Kubangan air hujan yang belum reda dari pagi hari tadi terus melebar kemana-mana. Intensitas hujan belum juga menurun hingga jam di dinding menunjukkan pukul 11.00 WIB. Suprayitno, begitu nama Manager Bengkel Wijaya Motor di tempat saya singgah terlihat sendu. Hingga jam tersebut, tak satupun pelanggan datang menghampiri.

 

Sejam kemudian, sebuah Toyota Avanza berwarna silver masuk ke area bengkelnya. Wajah Prayitno yang tadinya sendu dan lesu, tiba-tiba menjadi sumringah. Dia terseyum setengah girang. Gigi-giginya yang putih terlihat kontras dengan warna kulitnya yang gelap. Diapun bangun dari dipan kecil yang ada di depan meja kasir, menghampiri pemilik mobil dengan bahasa tubuh yang sangat antusias.

 

“Selamat datang pak,” ujarnya yang sering dipanggil dengan nama Pak Yitno.

 

Sang pemilik mobil membalas antusiasme Pak Yitno dengan baik. Dia juga melempar senyum kecil, lalu mengutarakan keluhan mobilnya untuk ditangani segera. Kepada Pak Yitno, dia mengenalkan diri dengan nama Pak Adam. Warga Duren Jaya, tetangga kelurahan Margahayu, di kecamatan yang sama.

 

“Kaki-kaki mobil saya perlu dicek pak. Bunyinya nggak karuan. Bikin nggak nyaman. Sekalian service rutin,” tandas Pak Adam, sependengaran saya karena jaraknya nggak jauh dari lokasi saya duduk.

 

Sejurus kemudian, dia memanggil Burhan. Laki-laki bertubuh sedikit gempal ini adalah teknisi di bengkel Pak Yitno. Burhan begitu cekatan, padahal usianya tak muda lagi. “Hampir 50 mas, “ katanya kepada saya.

 

Dia mengambil satu unit dongkrak hidrolik di pojok bengkel. Didorongnya dibawah mobil, tepat di bagian sasis roda depan. Letaknya antara fender depan dan pintu depan. Saya tak terlalu mengerti otomotif. Tak paham langkah apa yang dilakukannya. Tapi Burhan menarik-narik roda mobil tersebut ke arah luar. Seperti ingin memastikan keseimbangan roda mobil saat ditarik secara manual.

 

Sembari Burhan sibuk dengan aktifitas mekanikalnya, saya kembali mengajak Pak Yitno bercengkerama. Sekarang posisinya tak lagi di dipan di depan meja kasir. Justru dia berada di area kasir. Tangannya sibuk menekan mouse pada sebuah layar komputer yang sedikit berdebu.

 

“Ini kita masukkan ke sistem kasir dulu mas. Biar ntar mudah kita jelaskan ke konsumen gambaran biaya service dan ganti onderdilnya kalau ada,” jelas Pak Yitno.

 

Memang tidak seperti biasa, pandemi jelas Pak Yitno telah mengubah banyak hal. Tidak saja kondisi kesehatan, iklim dan pola berbisnis pun banyak berubah. Dia menyontohkan, sebelum pandemi, kendatipun bisnis online sudah berkembang, namun respon bisnis offline tetap dominan. Sementara pasca pandemi, area coverage bisnis lebih kecil, dan orang-orang cenderung melakukan transaksi secara online.

 

Pelaku usaha bengkel seperti dirinya juga mendapatkan serangan yang sama, imbas Pandemi Covid-19. Merujuk catatan terhadap transaksi bengkelnya pada Tahun 2019 silam, rata-rata penghasilan bruttonya mencapai 5 juta per hari. Bahkan pada jadwal-jadwal akhir pekan dan libur nasional, pendapatanya bisa mencapai 7-9 juta per hari.

 

Berbeda dengan saat ini. Penurunannya mencapai angka 60 persen. Sisa pendapatan hariannya selama Pandemi hanya di kisaran 1,5 sampai 2 juta. Dengan total karyawan sebanyak 5 orang dan biaya operasional yang tak kecil, angka itu jelas membuat Pak Yitno kerepotan.

 

“Kan liat sendiri tadi, sampe jam segini baru masuk 1. Biasanya udah 2-3 mobil Mas. Ya, harus dicukup-cukupkan. Nggak mungkin kita pecat karyawan,” tandas pria berdarah Jawa ini.

 

Selain berharap pemerintah bisa mengelola penanganan pandemi dengan baik agar tidak berimbas cukup besar bagi perputaran ekonomi, pak Yitno juga berharap sektor usaha perbengkelan juga mendapatkan perhatian lebih pemerintah. Selama ini dia melihat, sektor jasa transportasi online dan buruh pabrik mendapatkan beberapa item subsidi secara istimewa.

 

“Kan ada tuh yang dapat 600 ribu per bulan untuk buruh. Termasuk yang Ojol. Kita kan ga dapat, ya minimal pekerja kita lah,” pintanya.

 

“Itu benar-benar harus disusun formulasi khusus kalau sampai 2022 begini-begini terus. Kan pekerja bengkel juga warga negara Indonesia,” tegasnya lagi.

 

Tak bisa dipungkiri juga sambung Pak Yitno, segmentasi bisnis UMKM memang sangat dilematis. Disatu sisi seringkali diagung-agungkan oleh pemerintah sebagai salah satu benteng ekonomi nasional, namun di sisi lain, upaya proteksi bisnis UMKM belum merata. Maka karena hal itu, tidak sedikit pelaku UMKM yang gulung tikar, bahkan sebelum pandemi.

 

“Do’akan saja kami bertahan Mas. Semoga kita semua bisa melewati masa Pandemi dengan sehat dan tetap sejahtera,” tutup Pak Yitno mendoakan kebaikan untuk Indonesia. []

 

Catatan: Laporan news feature ini telah tayang dalam Buletin DPP GARPU edisi ke-2 periode April-Mei 2022

Penulis: Yuli Rahmad

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Advertorial

Berita Terkait

Berita Lainnya

Leave a Comment

Advertorial

Berita Terpopuler

Kolom

Suara Pembaca

Kirimkan tanggapan dan komentar Anda yang berkaitan dengan pelayanan publik dan keluhan konsumen.

Kategori Berita