Kategori Berita

Informasi

Tetap Eksis Ditengah Gempuran Salon Kecantikan

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Desi paham benar betapa persaingan bisnis kecantikan di era digital ini sungguh sangat kompetitif. Masyarakat Indonesia diakui telah menjadi pasar yang empuk bagi banyak pelaku bisnis kecantikan. Tak heran, penetrasi budaya-budaya luar seperti Korean Style pengaruh dari film dan drama, diikui oleh promosi produk makanan, fashion, hingga kecantikan juga ikut mempengaruhi gaya hidup masyarakat.

 

Tentu patron dunia kecantikan bukan saja Korea. Perempuan bernama lengkap Desi Atmaja ini juga ikut mencari tau betapa Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat ikut mewarnai perkembangan bisnis kecantikan di tanah air. Hampir 60 persen produk kosmetik dan kecantikan di Indonesia diimpor dari negara-negara tersebut. Produk-produk itu tentunya mempengaruhi bentuk-bentuk layanan kecantikan yang dapat ditawarkan kepada konsumen.

 

Belum lagi, beberapa pelaku usaha kecantikan dari dalam negeri juga bermodal besar. Mereka tidak saja berbisnis di hulu dengan memproduksi berbagai macam produk kosmetik. Lebih jauh dari itu, mereka ikut berekspansi ke sektor pelayanan dengan membangun berbagai unit salon kecantikan yang promosinya begitu getol melalui ragam media, paltform, dan influencer.

 

“Sampai artis pun dilibatkan,” tuturnya.

 

Maka tak heran, di banyak tempat, masyarakat berbondong-bondong untuk mendapatkan treatment kecantikan di salon-salon ternama tersebut.

 

“Memang sudah budaya masyarakat Indonesia yang begitu antusias dengan promosi kecantikan yang masif dan menarik,” kata Desi.

 

Ditambah lagi, salon-salon besar mampu memberikan potongan harga dan ragam promosi yang tidak sedikit. Begitu juga mereka bisa mengikat konsumen dengan program poin yang secara tidak langsung memaksa konsumen untuk datang lagi dan datang lagi.

 

Kendatipun begitu, perempuan kelahiran Jakarta, Desember 1979 silam ini tak punya pilihan. Dunia kecantikan sudah digelutinya bertahun-tahun. Keahlian yang dimiliki saat ini hanya itu. Untuk menghidupi keluarganya, dia harus melakukan kerja ekstra agar usaha kecantikannya tetap eksis di tengah-tengah gempuran salon kecantikan yang besar dan moderen.

 

Menariknya Desi tidak menjalankan bisnis treatment kencatikan ini dari salon. Untuk mengefisiensi biaya gedung dan perawatannya, Desi memilih metoda treatment kecantikan dari rumah ke rumah. Bisnis kecantikan on the road dengan nama Dessy Lovely Facial benar-benar mengandalkan keahlian dan layanannya yang super baik agar bisa memberikan kepuasan kepada konsumen.

 

“Nama salon keliling saya itu Dessy Lovely Facial, artinya Salon Desi yang menyenangkan,” jelas perempuan berkulit putih ini sembari tersenyum.

 

“Wajib bagi saya memberikan pelayanan yang ekstra baik. Dengan mereka puas, besok dipanggil lagi. Konon, saya ikut dipromosiin ke teman-teman mereka,” tambahnya lagi.

 

Lalu, layanan kecantikan apa saja yang ditawarkan Desi? Sejauh ini dia hanya menawarkan tiga paket layanan. Yang pertama layanan Paket Lengkap dengan tahapan totok wajah, mencuci wajah, membersihkan jerawat dan komedo dengan menggunakan Vacuum Suction, pemakaian serum, penggunaan alat high freuency untuk melancakan peredaran darah di wajah, masker, dan penyemprotan air oksigen.

 

Layanan kedua yang ditawarkan  Desi berupa Paket Lengkap Plus. Tambahan dari layanan ini adalah Diamond Dermabrasion atau Diamond Peeling. Prosedur ekstra ini berupa peremajaan kulit non-bedah dengan menggunakan kepala berlian steril untuk mengikis lapisan kulit atas. Tidak hanya itu, prosedur ini juga dapat menyedot partikel beserta kotoran dan kulit mati.

 

Yang terakhir, Desi menawarkan Paket Kecantikan Lengkap Ekstra Plus. Selain menerapkan prosedur pada paket lengkap, paket lengkap plus, layanan ketiga ini juga menawarkan prosedur Picosecond Laser. Perawatan kecantikan yang memanfaatkan kecepatan gelombang cahaya ini dapat membantu menghilangkan noda hitam pada wajah, mencerahkan kulit wajah, mengecilkan pori, dan dapat mengencangkan kulit wajah.

 

Selama ini, Desi tidak saja keliling di wilayah Komplek Green Garden Rorotan, Jakarta Utara, dimana dia berdomisili. Dengan memanfaatkan media sosial miliknya, Desi juga sering kali menerima orderan dari luar Jakarta Utara.

 

“Pernah ada dari Bekasi. Kan jauh itu ya? Tapi tetap saya layani. Lalu balik ke Sunter dan Pademangan karena ada tambahan orderan di wilayah itu,” ungkapnya.

 

Idealnya, setiap hari Desi hanya mampu melayani 1-3 pelanggan dengan asumsi pendapatan kotor antara Rp 250-700 ribu. Selama sebulan, waktu produktif Desi bekera hanya antara 10-15 hari.

 

“Ini karena nggak setiap hari ada orderan,” katanya.

 

Belum lagi di era Pandemi Covid-19. Jumlah orderan yang didapat Desi terjun bebas. Bahkan di awal-awal penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Desi sama sekali tidak menerima orderan dari pelanggannya yang biasa. Tak punya pilihan, di masa-masa susah tersebut, Desi hanya memanfaatkan sisa-sisa tabungannya.

 

Selain suka-duka di era Pandemi, Desi juga setengah tertawa jika mengingat-ingat kembali bagaimana perjuangannya untuk tetap eksis di sektor bisnis kecantikan. Pernah satu waktu, dia harus bersusah-payah mengangkat peralatan kecantikannya karena detektor lokasi digital yang dipakainya tidak tepat arahnya.

 

“Google map ngarahinnya entah kemana. Jadinya saya markir mobil rada jauh dari rumah konsumen. Makanya saya harus berjalan dari tempat parkir mobil yang aman dan berjalan beberapa ratus meter dengan membawa alat treatmen menggunakan troli mengingat mesin yang saya gunakan adalah mesin multi fungsi yang lumayan berat ,” tandasnya setengah tertawa.

 

Yang lebih menyakitkan, dia juga sering kali menerima orderan fiktif.

 

“Pernah ada orderan dari instagram. Karena sering menerima orderan dari medsos, saya nggak mikir aneh-aneh. Eh ternyata pas sampai lokasi yang disebutkan, nggak ada. Kita tanya balik, nggak dijawab. Itu kecewa besar karena saya nyetirnya sendiri dan jauh dari lokasi saya,” tuturnya perih.

 

Dengan segala dinamika yang dihadapinya, Desi merasa masih sangat bersyukur, bisnis yang dilakoninya selama hampir 5 tahun tersebut masih berjalan. Selama Pandemi pun, dia ikut menerima beberapa program subsidi yang digelontokan oleh Pemerintah Pusat kepada para pelaku UMKM. Selain pernah mendapatkan layanan program pelatihan pra kerja putaran 1, Desi juga pernah mendapatkan akses bantuan dana UMKM yang sat itu didistribusikan oleh Bank BRI.

 

Kedepan, dia masih berharap pemerintah dapat membuka ragam bantuan lainnya kepada para pelaku UMKM. Baik itu berupa bantuan langsung dan pengembangan usaha, maupun program peningkatan keterampilan mengingat betapa sektor bisnis kecantikan juga terus bertransformasi.

 

Senada harapannya pada pemerintah, Desi juga berharap Gerakan Restorasi Pedagang dan UMKM (GARPU) juga dapat menyuguhkan alternatif pendukung bagi pelaku UMKM seperti dirinya. “Kalau GARPU punya program pendampingan UMKM, saya pasti mau. Misal seperti program pelatihan estetika di bidang kecantikan. Saya secara pribadi pelatihan yang demikian untuk mendapatkan ilmu baru, sekaligus menambah kepercayaan diri,” katanya.

 

“Kadang-kadang konsumen suka iseng nanya pelatihan, nanya sertifikat. Jadi pasti butuh pendampingan dari siapapun,” tukasnya menutup percakapan. []

 

Catatan: Laporan news feature ini telah tayang dalam Buletin DPP GARPU edisi ke-2 periode April-Mei 2022

Penulis: Grace Miranda Langi

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Advertorial

Berita Terkait

Berita Lainnya

Leave a Comment

Advertorial

Berita Terpopuler

Kolom

Suara Pembaca

Kirimkan tanggapan dan komentar Anda yang berkaitan dengan pelayanan publik dan keluhan konsumen.

Kategori Berita