Kategori Berita

Informasi

Dari Ibu Rumah Tangga Jadi Pengusaha Sprei Tempahan

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Esther Bertha Nova Siahaan dasar- nya hanya ibu rumah tangga biasa di Kota Medan. Dia tinggal di Kelurahan Kedai Durian, Kecamatan Medan Johor, Medan, Sumatera Utara. Rutinitasnya di rumah mengurus kebutuhan suami dan dua anaknya. Usianya juga masih muda sekitar medio 2018. Masih sekitar 28 tahun saat itu. Namun untuk mengisi waktu luang, Esther coba mendalami lagi kemampuan menjahitnya yang sudah ditekuni sejak sekolah menengah pertama.

 

Awalnya Esther hanya menjahit pakaian anak-anaknya. Dia terus belajar. Kemudian menerima permintaan permak pakaian dari keluarga dan tetangganya. Dari usaha itu, Esther mendapatkan 1-2 juta per bulan. “Cukuplah sebagai ibu rumah tangga,” katanya sembari tersenyum girang.

 

Namun obsesi Esther ternyata tak kecil. Dia ingin menyeriusi dunia jahit-menjahit dalam skala yang lebih besar. Sayangnya, menjahit pakaian yang benar-benar komersil tidaklah mudah. Proses membuat pola pakaian adalah salah satu tahapan yang dinilai paling sulit. Butuh kesabaran, ketelitian, dan tentunya keterampilan yang tinggi untuk menghasilkan pola potongan pakaian yang rapi dan ideal.

 

Sebagai ibu rumah tangga yang melek teknologi dan informasi, Esther tentu saja terus belajar. Dia turut memanfaatkan fasilitas smartphone dan internet untuk belajar secara autodidak. Setiap hari, Esther menonton dan mereview berbagai tayangan jahit-menjahit di sejumlah kanal youtube.

 

Menariknya, rezeki Esther jutsru tidak di sektor pakaian. Karena aktifnya menonton berbagai kanal youtube, Esther malah lebih tertarik dengan produk sprei tempahan. Katanya, menjahit sprei jauh lebih mudah dibandingkan dengan menjahit pakaian. Dalam proses pembuatan sprei tempahan, inti dasarnya hanya menjahit sudutnya saja. Kalau jahitan sudutnya bagus, yang lain sudah aman.

 

“Kasarnya kalau jahit sprei kan lurus-lurus aja ya. Intinya di jahitan sudutnya. Kalau pakaian, bikin pola- nya itu susah,” kenang Esther.

 

Semenjak beralih ke pembuatan sprei, pendapatan Esther jadi nambah lebih banyak. Saat itu pendapatannya mencapai 5-10 juta per bulan. Orderannya datang dari banyak orang. Entah itu keluarga, teman di lingkungannya, hingga be- berapa konsumen online karena ia turut mempromosikannya melalui berbagai media sosial.

 

Untuk menambah varian produk, saat ini Esther tidak semata bergantung pada sprei. Ia juga turut menjahit pesanan bedcover, totebag (kantong belanja), scruncie (ikat rambut), baby bag (tas balita), pouch (tas kecil seukuran dompet), hingga gorden yang semuanya berbahan kain. Bahkan saat Pandemi Covid-19 melanda Indonesia dan Medan khusus- nya, Esther juga mendesain masker kain.

 

Karena produk masker kain ini pula, Esther banyak bersyukur. Soalnya kala itu, pesanan yang diterimanya benar-benar menurun. Pemesanan sprei dan produk lainnya saat itu tak seperti yang diharapkan.

 

“Alhamdulillah terbantu dengan pesanan masker kain yang saat itu jadi alternatif karena langkanya masker medis. Pendapatan dari masker kain sampe 15 juta per bulan,” jelas Es- ther sumringah.

 

“Sayangnya hanya bertahan 3 bulan aja. Setelah itu kan ketersediaan masker medis jadi lebih banyak,” sambungnya lagi tersenyum.

 

Pun demikian, Esther tak menyerah. Dia terus berpromosi di media sosialnya. Tak pernah seharipun postingannya berkurang. Dia tetap bertahan di tengah tekanan pandemi yang membuat banyak masya- rakat lebih memilih membeli maka- nan pokok dibandingkan kebutuhan tersier seperti sprei, bedcover, dan lain sebagainya. Pendapatannya dari menjahit sprei benar-benar drop.

 

“Pernah sampe nggak ada pesanan sama sekali,” pungkasnya sedih.

 

Pasca relaksasi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Es- ther baru bisa sedikit bernafas lega. Pesanannya mulai datang kembali. Dia terus disibukkan oleh pesanan yang datang silih-berganti. Di tengah-tengah keharusan mengatur keluarganya, dia terus menuntaskan pesanan-pesanan para konsumen.

 

Dengan kondisi ekonomi yang begitu penuh tantangan, sesungguh- nya Esther berharap banyak pada pemerintah. Dia berharap pemerin- tah benar-benar bisa melakukan pe- ngguliran program pemberdayaan UMKM agar seluruh pelaku UMKM di Indonesia mendapatkan program yang sama agar usahanya terus ber- kembang.

 

Dia juga menuntut pemerintah agar mampu mengontrol keran impor. Selama ini diakui oleh dirinya, Es- ther sedikit kewalahan menghadapi tekanan produk-produk impor un- tuk sprei dan bedcover karena disu- guhkan dengan varian harga yang lebih murah. Padahal dia berani menjamin, produk-produk sprei tempahan lokal dengan bahan kain yang bagus juga menghasilkan krea- si produk yang tak kalah bagus dari produk-produk impor.

 

Di lain sisi, Esther juga tak lupa memberikan penekanan betapa pentingnya menjaga stabilitas eko- nomi dalam negeri. Selama ini dia melihat, pemerintah sedikit kewala- han mengontrol kenaikan harga ba- han pokok. Padahal kondisi tersebut berhubungan langsung dengan ke- mampuan dan daya beli masyarakat. Sebagai pelaku UMKM, Esther ha- nya berharap kondisi ekonomi Indo- nesia bisa lebih stabil. Dengan sta- bilnya ekonomi, apalagi pasca wa- bah pandemi, dia hanya berharap pesanannya bisa lebih banyak.

 

“Nyatanya sekarang kan apa-apa mahal. Lagi-lagi kan orang-orang lebih prioritas menyimpan duitnya, atau hanya untuk belanja kebutuh- an pokok,” tutur Esther.

 

“Bahkan jelang pelaksanaan Idul Fitri, boleh dibilang pesanannya jauh lebih sedikit. Tapi ya tetap disyukuri aja,” begitu ujarnya pendek.

Penulis: (HND)

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Advertorial

Berita Terkait

Berita Lainnya

1 comment

Riri 29 Mei 2022 - 11:48

Alhamdulillah harus tetap semangat dan bersyukur
semoga semakin banyak orderan nya ester ???

Reply

Leave a Comment

Advertorial

Berita Terpopuler

Kolom

Suara Pembaca

Kirimkan tanggapan dan komentar Anda yang berkaitan dengan pelayanan publik dan keluhan konsumen.

Kategori Berita