Kategori Berita

Informasi

Legislator Nasdem Nilai Pengawasan Tenaga Kerja Lemah

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Jakarta – Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene menilai, lemahnya perlindungan dari negara untuk para pekerja disebabkan oleh jumlah pengawas ketenagakerjaan yang masih belum memadai.

 

“Kewenangan pengawas ketenagakerjaan semakin tergerus dan lemah, dengan jumlahnya semakin sedikit, tidak sebanding dengan jumlah perusahaan yang ada,” kata Felly dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah dan Rapat Dengar Pendapat dengan Dewan Pengawas dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, sebagaimana dikutip dari Laman DPR RI, Jumat (24/6/2022).

 

Legislator NasDem itu mengatakan, hingga tahun 2020, jumlah pengawas ketenagakerjaan hanya 1.686 orang, sedangkan jumlah perusahaan di Indonesia sebanyak 343 ribu.

 

Menurut Felly, berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan disebutkan, seorang pengawas wajib memeriksa perusahaan paling sedikit lima perusahaan tiap bulan atau 60 perusahaan setahun.

 

“Jika dilihat data 343 ribu perusahaan yang harus diawasi pengawas ketenagakerjaan, maka satu orang pengawas harus mengawasi 203 perusahaan, itu baru selesai dalam waktu 3,5 tahun,” tandasnya.

 

Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengawas ketenagakerjaan berperan melakukan pengawasan dan penegakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan. Felly berpandangan, peran pengawas ketenagakerjaan merupakan ujung tombak sebagai penguatan perlindungan tenaga kerja dan pembangunan ketenagakerjaan.

 

Namun, menurut Felly, kedudukan pengawas ketenagakerjaan dalam aturan di beberapa UU, posisinya berbeda-beda. Sebagai contoh, di UU Ketenagakerjaan disebutkan kedudukan pengawas berada di provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan di UU Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan, menyebutkan kedudukan pengawas ketenagakerjaan berada di Pusat.

 

“Lalu di Undang-Undang Pemerintahan Daerah menentukan Pengawas Ketenagakerjaan dilakukan di (pemerintahan) Pusat dan provinsi. Ini menjadi persoalan dalam optimalisasi kinerja pengawas ketenagakerjaan,” ungkap Felly.

 

Legislator NasDem dari Dapil Sulawesi Utara tersebut sebelumnya juga menyampaikan bahwa ada beberapa hak pekerja yang harus dilindungi. Di antaranya, hak atas pekerjaan, hak atas upah yang adil, hak untuk berserikat dan berkumpul, hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan, hak untuk diproses hukum secara sah, hak untuk diperlakukan secara sama dan hak atas rahasia pribadi, serta hak atas kebebasan suara hati.

 

“Sehingga pengawasan ketenagakerjaan ini merupakan instrumen yang paling penting dari kehadiran negara dan intervensi untuk merancang, mendorong dan berkontribusi kepada pembangunan budaya pencegahan yang mencakup semua aspek,” tukasnya. []

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Advertorial

Berita Terkait

Berita Lainnya

Leave a Comment

Advertorial

Berita Terpopuler

Kolom

Suara Pembaca

Kirimkan tanggapan dan komentar Anda yang berkaitan dengan pelayanan publik dan keluhan konsumen.

Kategori Berita