Kategori Berita

Informasi

Home Kolom

Komitmen Konservasi dan Peningkatan Managemen Pengunjung TN Komodo

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Sebagai warga Indonesia, tentu saja kita patut bersyukur betapa keberadaan Taman Nasional (TN) Komodo telah mendorong berbagai keuntungan baik secara lingkungan, kultural, hingga ekonomi. Sebaliknya bukan tanpa konsekuensi pula, peningkatan popularitas Taman Nasional Komodo yang berimbas pada meningkatnya kunjungan wisatawan telah memunculkan kekhawatiran akan keberlangsungan ekologi alami di area tersebut.

 

Data KLHK sendiri menunjukkan, kunjungan wisata meningkat 274,9 % dari 80.626 kunjungan pada tahun 2014 menjadi 221.703 di tahun 2019. Karena peningkatan yang signifikan tersebut, berbagai studi memperkirakan jumlah kunjungan akan terus meningkat dan akan mengancam ekosistem setempat. Sebagai World Heritage Site (warisan dunia) dan Man and Biosphere Reserve (Cagar Biosfer), Taman Nasional Komodo memiliki nilai universal yang luar biasa (outstanding value atau OUV).

 

Nilai-nilai tersebut diantaranya yakni adanya kehidupan liar satwa komodo, lansekap kawasan yang indah dengan keanekragaman hayati, biota perairan laut yang unik dan kehidupan masyarakat yang hidup berdampingan dengan komodo. Daerah ini sebenarnya memiliki 146 pulau, namun hanya 5 pulau yang dihuni satwa Komodo yaitu Pulau Komodo, Pulau Padar, Pulau Rinca, Pulau Nusa Kode, dan  Pulau Gilimotang.

 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai penanggungjawab pengelolaan Taman Nasional Komodo,  tentu saja menaruh concern yang besar terhadap persoalan ekologi yang mungkin muncul dan berimbas pada keberlangsungan ekosistem setempat. Beragam upaya perlu dilakukan untuk mempertahankan kelestarian situs kebanggaan nasional ini, yang dapat dilakukan secara kolektif.  Salah satunya tentu dengan melakukan pembatasan jumlah kunjungan.

 

Sebagaimana kajian daya dukung daya tampung wisata (DDDTW) berbasis jasa ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar yang dilaksanakan oleh Ditjen KSDAE KLHK melalui Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), jumlah kunjungan ideal yang dapat direkomendasikan ke Pulau Komodo yakni sebanyak 219.000 wisatawan per tahun. Kalau dimaksimalkan, hanya sebatas 292.000 wisatawan.

 

Sementara itu rekomendasi kunjungan ke Pulau Padar jauh lebih kecil. Hanya sebesar 39.420 wisatawan atau sekitar 100 orang per waktu kunjungan. Hasil kajian tersebut adalah setara dengan tingkat kunjungan pada tahun 2019 (yaitu 221.000 orang) untuk di Pulau Komodo. Sedangkan di Pulau Padar selama ini Balai Taman Nasional Komodo telah menerapkan kebijakan kunjungan 100 orang per waktu kunjungan, dimana dalam 1 hari terdapat 3 waktu kunjungan. Kajian juga merekomendasikan jumlah kunjungan di Pulau Padar dapat ditambahkan 2-2,5 kali lipat dengan tentu mempertimbangkan beberapa hal, terkait penyesuaian daya dukung berupa infrastruktur, seperti penambahan jumlah pos di area trekking, sarana sanitasi dan MCK, safety trekking seperti tali, jumlah ranger serta tenaga medis atau ruang khusus untuk kesehatan.

 

Rekomendasi-rekomendasi kajian tersebut tentunya dimaksudkan untuk meminimalisir dampak negatif kegiatan wisata terhadap kelestarian populasi biawak komodo dan satwa liar lainnya, mempertahankan kelestarian ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar pada khususnya, serta untuk menjaga kenyamanan dan keamanan pengunjung serta petugas selama beraktivitas di dalam kawasan Taman Nasional Komodo.  Urgensi pembatasan kuota pengunjung di Taman Nasional Komodo demi menjaga kelestarian populasi biawak komodo dan Nilai Universal Luar Biasa (Outstanding Universal Value) yang terkandung di dalamnya.

 

Dalam proses pembatasan pengunjung, tentu saja persoalan managemen pembiayaan menjadi hal krusial lainnya yang perlu dicermati secara mendalam. Tarif masuk ke Taman Nasional Komodo merupakan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang dipungut oleh Unit Pelaksana Teknis KLHK yaitu  Balai TN Komodo.

 

Besaran PNBP diatur dalam PP 12 tahun 2014 tentang Jenis PNBP di KLHK. Besaran PNBP tersebut diterapkan untuk semua pengunjung yang masuk dan beraktivitas dalam kawasan Taman Nasional Komodo.  PNBP bernilai tetap. PNBP hanya bagian dari biaya berwisata, karena dalam berwisata tentu ada nilai jasa-jasa lain yang harus ditanggung pengunjung diantaranya transportasi, akomodasi dan konsumsi, serta pelayanan lainnya.

 

Secara faktual, kondisi saat ini menunjukkan pengunjung ke TN Komodo hampir semuanya memakai jasa travel agent atau tour operator atau EO. Tentu selain membayar PNBP maka ada tambahan tarif tertentu sesuai dengan level jasa atau services yg diberikan. Misal kualitas dan kapasitas kapal yang dipergunakan, paket dengan konsumsi dan minuman atau tidak selama perjalanan dari labuan bajo ke pulau-pulau di TN Komodo, kualitas guide dan durasi penggunaan guide, penyedia jasa memberikan cenderamata atau tidak, dan services lainnya.

 

Beberapa pelayanan atau tambahan jasa tersebut yang menyebabkan harga-harga paket wisata atau paket tour berwisata di TN Komodo berbeda karena services berbeda. Sehingga sering terjadinya kesalahpahaman (mis-understanding) bahwa  harga yang dibayar pengunjung ke travel agent dianggap sebagai harga yang dibayar ke TN Komodo padahal itu adalah harga penawaran jasa berwisata dari travel agent.

 

Adapun besaran biaya pelayanan tersebut tentunya sangat beragam tergantung jenis pelayanan yang ditawarkan oleh pelaku usaha wisata dalam hal ini dunia usaha dan masyarakat yang bergerak dalam sektor pariwisata. Demikian pula besaran biaya wisata dalam implementasi program Experimentalist Valuing Environment (EVE) yang digagas oleh Pemerintah Nusa Tenggara Timur. Penyediaan jasa-jasa tersebut tentu tidak disediakan oleh pemerintah tetapi adalah domain services yang disiapkan dan diberikan pihak ketiga (swasta/masyarakat) selaku penyedia jasa wisata alam atau dalam ketentuan perundangan dikenal sebagai perijinan berusaha penyediaan jasa wisata alam (PB-PJWA).

 

Melalui program EVE tersebut, pengunjung yang menggunakan jasa pihak ketiga tidak hanya mengeluarkan biaya untuk perjalanan dan biaya-biaya selama melakukan kegiatan di TN Komodo dan Labuan Bajo, tapi juga ikut berkontribusi dalam upaya konservasi Komodo dan pemberdayaan masyarakat di sekitar TN Komodo.

 

Adapun pengunjung yang memilih paket wisata EVE dapat berkunjung ke Pulau Padar, Pulau Komodo dan perairan di sekitar kedua pulau tersebut bersama maksimal 4 orang selama 1 tahun. Biaya per paket wisata tersebut adalah sebesar Rp 15.000.000 yang usulan alokasinya yakni Rp 2.000.000 sebagai PNBP ke Pemerintah, lalu alokasi PAD Pemprov dan Pemkab sebesar Rp 200.000, biaya asuransi sebesar Rp 100.000, alokasi dana konservasi sebesar Rp 7.100.000, biaya pajak sebesar Rp 165.000 dan alokasi hak pihak ketiga (PB-PJWA) sebesar Rp 5.435.000.

 

Untuk diketahui juga, alokasi PNBP sebesar Rp 2.000.000 tidak hanya diperuntukkan untuk membayar karcis masuk tapi juga membayar biaya melintas kapal/speed boat, dan biaya aktifitas di Pulau Padar dan Pulau Komodo (trekking, snorkeling, diving) serta juga dialokasikan untuk kemungkinan pengunjung yang sudah menjadi “member” program EVE berkunjung lebih dari sekali ke Pulau Padar dan Pulau Komodo serta perairan di sekira kedua pulau tersebut.

 

Sedangkan Dana konservasi sebesar Rp 7.100.000 akan dikelola PB-PJWA dan selanjutnya dipergunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan untuk mendukung pengelolaan TN Komodo dan pemberdayaan masyarakat dengan perkiraan senilai lebih dari Rp 300 milyar selama 5 tahun.

 

Bagaimanapun, agenda besar pembatasan kuota pengunjung TN Komodo tidak akan mengurangi komitmen KLHK terkait pelibatan masyarakat sekitar. Apalagi nantinya program tersebut akan dioperasionalkan oleh BUMD milik Pemerintah Provinsi NTT sebagai pemegang Perijinan Berusaha Penyediaan Jasa Wisata Alam, yakni PT Flobamor.

 

Langkah positif tersebut tentu didasari karena niat untuk melestarikan kekayaan lingkungan di kawasan TN Komodo agar tetap lestari dan terjaga. Saat ini, kita hanya perlu memperkuat saluran edukasi kepada semua elemen masyarakat, sembari juga meneruskan informasi bahwa tugas mulia ini tentunya akan sedikit susah di awal, namun kesinambungan manfaatnya akan terjaga dengan baik. Dengan begitu, pengelolaan Taman Nasional Komodo yang lebih profesional akan memberikan multi efek, tidak saja bagi warga dan daerah setempat, juga berdampak luas terhadap penguatan wisata Indonesia secara umum. []

 

*Penulis merupakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI

Penulis: Dr Siti Nurbaya Bakar

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Advertorial

Berita Terkait

Berita Lainnya

Leave a Comment

Advertorial

Berita Terpopuler

Kolom

Suara Pembaca

Kirimkan tanggapan dan komentar Anda yang berkaitan dengan pelayanan publik dan keluhan konsumen.

Kategori Berita