Ketua Bidang Hukum Advokasi dan HAM DPP Gerakan Restorasi Pedagang dan UMKM (GARPU), Maryanto Roberto Sihotang SH setengah tak percaya Kejaksaan Agung (Kejagung) benar-benar membuat kejutan istimewa pada Selasa kemarin, 19 April 2022. Kejutan itu tak lain yakni penetapan tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO), yang mengakibatkan langka dan mahalnya harga minyak goreng dalam negeri.
Kepala Kejaksaan Agung sendiri, Burhanuddin dalam keterangan persnya menyebutkan, Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah menetapkan 4 (empat) orang tersangka. Keempat orang tersebut yakni IWW selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI, MPT selaku Komisaris PT. Wilmar Nabati Indonesia, SM selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG), dan PTS selaku General Manager di Bagian General Affair PT. Musim Mas.
“Persoalan kelangkaan minyak goreng di Indonesia sangat ironi karena Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia. Untuk itu, kami telah melakukan penyidikan dan telah ditemukan indikasi kuat bahwa adanya perbuatan tindak pidana korupsi terkait pemberian persetujuan ekspor minyak goreng,” ujar Burhanuddin.
Burhanuddin menambahkan, sesuai dengan proses penyidikan yang telah berjalan, pihaknya menemukan unsur perbuatan melanggar hukum dalam penerbitan izin persetujuan ekspor (PE) yang dinilai justru tidak memenuhi syarat. Hasil penyidikan pihaknya menunjukan adanya distribusi CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO). Selain itu juga ditemukan praktik kesengajaan dalam menghambat distribusi CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO (20% dari total ekspor).
“Akibat perbuatan para tersangka, mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara yaitu kemahalan serta kelangkaan minyak goreng, sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng,” tuturnya.
Tentu saja statement yang disampaikan Burhanuddin disambut apresiasi oleh Roberto. Sebagai Kepala Bidang Divisi Hukum di DPP GARPU, sejak awal tahun pihaknya terus menerima keluhan dari para pelaku UMKM, khususnya di sektor kuliner yang begitu mengandalkan minyak goreng sebagai kebutuhan utama aktifitas usahanya.
Nyatanya kendati pemerintah sempat melakukan beberapa inisiatif baik berupa penetapan minyak goreng satu harga pada 19 Januari 2022, minyak goreng masih langka. Ironisnya setelah kebijakan satu harga dicabut, justru ketersediaan minyak goreng di pasaran melimpah ruah. Sayangnya tidak diikuti oleh harga belinya yang diharapkan bisa normal kembali.
“Sejak awal tahun teman-teman pelaku UMKM di sektor kuliner ngeluh terus soal langka dan mahalnya minyak goreng. Ampun-ampun dah sampai hari ini masih mahal,” tukas Roberto.
Ironisnya lagi, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) yang diluncurkan oleh Kemendag pada 27 Januari 2022 juga tak mempan. Padahal tujuan penetapan kebijakan itu adalah untuk menjamin ketersediaan CPO domestik agar produksi minyak goreng dalam negeri tidak berkurang.
Maka sejak penetapan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag dan 3 lainnya dalam dugaan kasus pengaturan ekspor CPO, Roberto jadi tak heran. “Karena pada dasarnya, Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Akan sangat lucu, juga aneh kalau alasannya produktifitas CPO rendah. Jadi terjawab sudah kalau ternyata ada permainan pada izin ekspornya,” jelas Roberto.
Tentu saja sebagai praktisi hukum, Roberto menyerukan agar semua pihak bersabar dengan proses hukum yang sedang dilakukan oleh Kejagung. Seluruh elemen masyarakat juga perlu mengedepankan asas pra duga tak bersalah hingga didapati adanya keputusan hukum yang bersifat mengikat. Akan tetapi dari proses penetapan tersangka yang telah dilakukan oleh Kejagung, dia mendorong agar para penegak hukum dapat membongkar dugaan kasus tersebut secara konprehensif.
“Jangan sampai parsial, biar publik tau siapa para mafia yang bermain-main dengan hajat hidup orang banyak,” begitu dia memberi penekanan.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Bidang Hukum dan Investasi DPP GARPU, Martua Raja Sihotang SH menilai langkah cepat Kejagung dalam mendalami kasus kelangkaan dan mahalnya minyak goreng sudah sangat tepat. Apalagi dia menilai dalam beberapa kesempatan, Presiden Joko Widodo sendiri memberikan penekanan yang sangat serius agar masalah kelangkaan dan mahalnya minyak goreng bisa terpecahkan segera.
“Soalnya mengganggu stabilitas ekonomi dalam negeri. Mengganggu masyarakat umum. Mengganggu pelaku UMKM. Bahkan bisa berdampak luas ke potensi konflik horizontal,” tukasnya.
Raja berharap, proses penyidikan tidak berhenti di empat orang tersangka saja. Pengusutan kasus kelangkaan dan mahalnya minyak goreng harus dilakukan dengan konprehensif agar tidak terulang kembali di tahun-tahun mendatang.
Di lain tempat, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi Nasdem, Martin Manurung sebagaimana dikutip dari laman twitternya, turut memberikan dukungan kepada Kejagung untuk membongkar para mafia di sektor penyediaan minyak goreng dalam negeri. Sebagai mitra Kemendag, dirinya berharap pengungkapan kasus tersebut benar-benar dapat menjawab persoalan kelangkaan dan mahalnya minyak goreng.
“Kami mendukung penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung terkait dengan penerbitan ekspor minyak sawit mentah,” katanya.
“Kita berharap agar penegakan hukum menjadi bagian dari upaya kita bersama untuk mengungkap apa yang terjadi dibalik masalah minyak goreng yang sampai saat ini belum bisa selesai,” sambungnya lagi. []
Catatan: Laporan news feature ini telah tayang dalam Buletin DPP GARPU edisi ke-2 periode April-Mei 2022